Sel punca atau sel induk (bahasa Inggris: stem cell) merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Kemampuan tersebut memungkinkan sel induk menjadi sistem perbaikan tubuh dengan menyediakan sel-sel baru selama organisme bersangkutan hidup.
Peneliti medis meyakini bahwa penelitian sel induk berpotensi untuk mengubah keadaan penyakit manusia dengan cara digunakan memperbaiki jaringan atau organ tubuh tertentu. Namun demikian, hal ini tampaknya belum dapat benar-benar diwujudkan dewasa ini.
Penelitian sel induk dapat dikatakan dimulai pada tahun 1960-an setelah dilakukannya penelitian oleh ilmuwan Kanada, Ernest A. McCulloch dan James E. Till.
Ragam sel induk
Sel-sel induk dapat digolongkan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh sel tersebut maupun berdasarkan asalnya.
Berdasarkan potensi
Sel induk ber-totipotensi (toti=total) adalah sel induk yang memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Sel induk bertotipotensi diperoleh dari sel induk embrio, hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma.
Sel induk ber-pluripotensi (pluri=jamak)
Sel induk ber-multipotensi
Sel induk ber-unipotensi (uni=tunggal) adalah sel induk yang hanya dapat menghasilkan satu jenis sel tertentu, tetapi memiliki kemampuan memperbarui diri yang tidak dimiliki oleh sel yang bukan sel induk.
Berdasarkan asalnya
- Sel induk embrio (embryonal stem cells)
Sel induk ini diambil dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari setelah pembuahan). Massa sel bagian dalam mengelompok dan mengandung sel-sel induk embrionik. Sel-sel diisolasi dari massa sel bagian dalam dan dikultur secara in vitro. Sel induk embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada organisme dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal, dan sel-sel lainnya.
- Sel induk dewasa (adult stem cells)
Sel induk dewasa mempunyai dua karakteristik. Karakteristik pertama adalah sel-sel tersebut dapat berproliferasi untuk periode yang panjang untuk memperbarui diri. Karakteristik kedua, sel-sel tersebut dapat berdiferensiasi untuk menghasilkan sel-sel khusus yang mempunyai karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial.
Salah satu macam sel induk dewasa adalah sel induk hematopoietik (hematopoietic stem cells), yaitu sel induk pembentuk darah yang mampu membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah yang sehat. Sumber sel induk hematopoietik adalah sumsum tulang, darah tepi, dan darah tali pusar.
Transplantasi sel induk
Transplantasi sel induk dapat berupa:
Transplantasi autologus (menggunakan sel induk pasien sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi dosis tinggi)
Transplantasi alogenik (menggunakan sel induk dari donor yang cocok, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga), atau
transplantasi singenik(menggunakan sel induk dari saudara kembar identik.
Jenis-jenis transplantasi sel induk
Menurut sumbernya transplantasi sel induk dapat dibagi menjadi:
- Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow transplantation)
Sumsum tulang adalah jaringan spons yang terdapat dalam tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung, dan tulang rusuk.
Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoietik. Sejak dilakukan pertama kali kira-kira 30 tahun yang lalu, transplantasi sumsum tulang digunakan sebagai bagian dari pengobatan leukemia, limfoma jenis tertentu, dan anemia aplastik. Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin meningkat, maka pemakaian transplantasi sumsum tulang sekarang ini semakin meluas.
Pada transplantasi ini prosedur yang dilakukan cukup sederhana, yaitu biasanya dalam keadaan teranestesi total. Sumsum tulang (sekitar 600 cc) diambil dari tulang panggul donor dengan bantuan sebuah jarum suntik khusus, kemudian sumsum tulang itu disuntikkan ke dalam vena resipien. Sumsum tulang donor berpindah dan menyatu di dalam tulang resipien dan sel-selnya mulai berproliferasi.
Pada akhirnya, jika semua berjalan lancar, seluruh sumsum tulang resipien akan tergantikan dengan sumsum tulang yang baru. Namun, prosedur transplantasi sumsum tulang memiliki kelemahan karena sel darah putih resipien telah dihancurkan oleh terapi radiasi dan kemoterapi. Sumsum tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3 minggu untuk menghasilkan sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi resipien terhadap infeksi. Transplantasi sumsum tulang memerlukan kecocokan HLA 6/6 atau paling tidak 5/6.
Risiko lainnya adalah timbulnya penyakit GvHD, di mana sumsum tulang yang baru menghasilkan sel-sel aktif yang secara imunologi menyerang sel-sel resipien. Selain itu, risiko kontaminasi virus lebih tinggi dan prosedur pencarian donor yang memakan waktu lama.
- Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation)
Seperti halnya sumsum tulang, peredaran darah tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah sel induk yang dikandung tidak sebanyak pada sumsum tulang. Untuk mendapatkan jumlah sel induk yang jumlahnya mencukupi untuk suatu transplantasi, biasanya pada donor diberikan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) untuk menstimulasi sel induk hematopoietik bergerak dari sumsum tulang ke peredaran darah.
Transplantasi ini dilakukan dengan proses yang disebut aferesis. Jika resipien membutuhkan sel induk hematopoietik, pada proses ini darah lengkap diambil dari donor dan sebuah mesin akan memisahkan darah menjadi komponen-komponennya, secara selektif memisahkan sel induk dan mengembalikan sisa darah ke donor.
Transplantasi sel induk darah tepi pertama kali berhasil dilakukan pada tahun 1986. Keuntungan transplantasi sel induk darah tepi adalah lebih mudah didapat. Selain itu, pengambilan sel induk darah tepi tidak menyakitkan dan hanya perlu sekitar 100 cc. Keuntungan lain, sel induk darah tepi lebih mudah tumbuh. Namun, sel induk darah tepi lebih rentan, tidak setahan sumsum tulang. Sumsum tulang juga lebih lengkap, selain mengandung sel induk juga ada jaringan penunjang untuk pertumbuhan sel. Karena itu, transplantasi sel induk darah tepi tetap perlu dicampur dengan sumsum tulang.
- Transplantasi sel induk darah tali pusat
Pada tahun 1970-an, para peneliti menemukan bahwa darah plasenta manusia mengandung sel induk yang sama dengan sel induk yang ditemukan dalam sumsum tulang. Karena sel induk dari sumsum tulang telah berhasil mengobati pasien-pasien dengan penyakit-penyakit kelainan darah yang mengancam jiwa seperti leukemia dan gangguan-gangguan sistem kekebalan tubuh, maka para peneliti percaya bahwa mereka juga dapat menggunakan sel induk dari darah tali pusat untuk menyelamatkan jiwa pasien mereka.
Darah tali pusat mengandung sejumlah sel induk yang bermakna dan memiliki keunggulan di atas transplantasi sel induk dari sumsum tulang atau dari darah tepi bagi pasien-pasien tertentu. Transplantasi sel induk dari darah tali pusat telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi sebuah sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.
Transplantasi sel induk darah tali pusat pertama kali dilakukan di Perancis pada penderita anemia Fanconi tahun 1988. Pada tahun 1991, darah tali pusat ditransplantasikan pada penderita Chronic Myelogenous Leukemia. Kedua transplantasi ini berhasil dengan baik. Sampai saat ini telah dilakukan kira-kira 3.000 transplantasi darah tali pusat.
Referensi
(en) www.stemcells.nih.gov
(id) Arifin, Poppy Firzani. Potensi Transplantasi Sel Induk, Kompas, 27 September 2004
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Sel_punca"
Selasa, 23 Desember 2008
STEM CELL
Diposting oleh poenya_saiia di 23.31 0 komentar
Label: Biologi sel
Komunikasi Dalam Sel,Siapa Yang Mengatur Semuanya?
Sel adalah bagian terkecil makhluk hidup yang berdiri sendiri. Independen atau berdiri sendiri artinya harus mampu menangkap sinyal yang ada di luar tubuhnya (sel) dan meneruskan ke dalam tubuhnya serta memberikan respon terhadapnya. Berbagai jenis sinyal terdapat di luar sel seperti sinyal kimia, cahaya (foton), panas, dsb. Walaupun demikian, mekanisme pengenalan dan penerusan sinyal (transduksi sinyal) adalah serupa. Pertama, sinyal tersebut dikenali oleh molekul protein yang ada di permukaan sel. Protein ini dari jenis reseptor, protein pigmen, kanal ion, dsb. Sinyal senyawa kimia, berikatan dengan protein reseptor, sinyal cahaya dalam bentuk foton menubruk pigmen dalam protein seperti rhodopsin, ion kalsium dan natrium membuka protein kanal, dsb. Reaksi ini menimbulkan perubahan pada struktur lokal protein-protein tersebut pada bagian yang terdapat dalam sel.
Setelah sinyal ditangkap dan informasinya masuk ke dalam sel, masih ada pekerjaan besar untuk menghantarkannya ke pusat pemrosesan (CPU)-nya sel yaitu inti sel. Pekerjaan ini dilakukan oleh berbagai jenis protein yang bekerja secara bertahap, seperti atlet lari 4×100m rali. Kenapa harus demikian, tidak perlu seorang Ben Johnson yang berlari kencang untuk memberikan informasi langsung ke CPU sel? Sebab walaupun lebih cepat, sekali salah jalur bisa terjadi kerusakan yang mematikan. Jadi walaupun lambat, tapi sistem rali lebih menjamin keselamatan dengan kontrol yang bertahap. Kemudian, bagaimana sedikit saja sinyal bisa memberikan respon yang sangat besar, seperti kita membawa durian, seluruh rumah ikut menciumnya? Sistem rali juga memungkinan sinyal dapat diperkuat. Caranya, protein pada setiap protein yang ada di tahap lebih bawah, berjumlah berkali lipat. Jadi bukan 1 pelari memberikan tongkat ke 1 pelari selanjutnya, tapi ke 10 pelari sekaligus, dan 10 pelari itu memberikan tongkat ke 100 pelari selanjutnya, dsb.
Namun sebenarnya tidak ada “tongkat” dalam sel. Sinyal kimia, sinyal foton, dll itu tidak ikut masuk ke dalam sel. Yang masuk hanya informasinya. Kalau demikian, apa dan bagaimana informasi tersebut disampaikan secara berantai? Sebuah senyawa kimia kecil yaitu asam fosfat yang menjadi perantaranya. Setelah protein reseptor menangkap sinyal, bagian dalam protein itu dari “lurus, bergoyang ke kiri”. Ini menyebabkan protein “pelari 1″ yang berjaga-jaga di sisi kiri dapat menangkapnya. Seperti kiper yang tertawa girang karena dapat menangkap bola pinalti, protein “pelari 1″ ini menjadi tereksitasi dan mengalami fosforilasi atau penambahan asam fosfat pada asam amino tertentu seperti tyrosine dan threonine. Protein “pelari 2″ yang berjaga di bawah protein “pelari 1″, jadi tahu kalau bola sudah ditangkap oleh kiper dan harus ditendang supaya permainan berlanjut. Sehingga protein “pelari 2″ ini segera menjemput bola, berikatan dengan protein “pelari 1″ lalu sebagai tanda bahwa dirinya sudah memegang bola (baca: informasi sinyal), dia pun tereksitasi dan menjadi terfosforilasi. Demikian berikutnya hal ini berulang sampai akhirnya bola pun sampai ke gawang berikutnya. Supaya tidak salah gawang, wasit pun jadi mudah menyemprit bila dalam umpan-umpanan bola itu ada pemain yang kasar dan ngawur. Itulah ilustrasi kontrol penyampaian sinyal dalam sel yang terjaga dengan baik dan efisien.
Bila pemain sepakbola atau pelari hanya bisa bekerja untuk satu tim saja, tentu kalau seperti ini juga terjadi protein-protein penyampai sinyal (transduksi sinyal), bisa terlalu banyak kesebelasan dan tim lari yang ada. Sel pun menjadi penuh sesak dan hidup menjadi tidak nyaman. Seperti lalu lintas Bogor, jalan penuh oleh angkot hijau. Sel punya solusi untuk itu. Beberapa pemain inti yang lihai dan pintar, dapat sekaligus bermain untuk sekian kesebelasan atau tim.
Biasanya protein-protein pada tingkatan atas seperti protein “pelari 1″ dan protein “pelari 2″ seperti protein MAP kinase, bisa terlibat dalam sinyal-sinyal yang menyebabkan kematian sel dengan apoptosis, tapi juga terlibat dalam sinyal-sinyal yang menyebabkan pembelahan sel. Untuk itu, studi terkini dalam tranduksi sinyal atau sinyal sel (cell signaling), semakin bersifat komplek memasuki era revolusi “om”. Revolusi “om” adalah suatu perubahan besar dalam ilmu biologi molekuler sekarang dari studi gen menjadi genv”om”, transkripsi RNA menjadi transkript”om”, protein menjadi prote”om”, metabolisme menjadi metabol”om”, dst. Dalam era ini, ilmuwan tidak lagi mempelajari satu molekul terpisah seperti pada era biokimia konvensional tapi keseluruhan proses biokimia yang terjadi. Bagaimana kemacetan di POMAD berpengaruh juga di daerah WARUNG JAMBU.
Bila dalam lalu lintas ada petugas polisi yang mengatur semuanya, siapa yang mengatur komunikasi dalam sel ini? Asam fosfat-kah? Enzim MAP kinase yang lihai-kah? DNA dalam genom sel-kah? Ilmu pengetahuan belum bisa menjawab sampai sekarang. [*]
Klik di sini untuk versi asli di Berita Iptek.
Diposting oleh poenya_saiia di 23.19 0 komentar
KEBUN RAYA CIBODAS
Kebun ini didirikan pada tahun 1852 oleh Johannes Elias Teysjmann sebagai cabang dari Kebun Raya Bogor pada lokasi di kaki Gunung Gede. Dengan curah hujan 2380 mm per tahun dan suhu rata-rata 18 derajat Celsius, kebun botani ini dikhususkan bagi koleksi tumbuhan dataran tinggi basah tropika, seperti berbagai tumbuhan runjung dan paku-pakuan.
Kebun Raya Cibodas berdekatan dengan beberapa tempat wisata lainnya. Bersebelahan dengan Kebun Raya Cibodas terdapat Bumi Perkemahan Mandala Kitri yang dikelola oleh Pramuka. Tersedia juga lapangan golf, Bandung Asri Mulya.
Di bumi perkemahan Mandalawangi yang dikelola oleh Perum Pehutani tampak sebuah patung dinosaurus, yang memberikan gambaran atau peringatan agar kelestarian hutan ini janganlah sampai musnah seperti binatang purba yang tinggal sejarah tersebut.
Disamping itu, Kebun Raya Cibodas juga berdekatan dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
Dari simpang tiga (Simpang Paragajen) menuju Cibodas, di kiri kanan jalan dijual berbagai tanaman hias khusus daerah pegunungan yang sangat indah, warna-warni dan beraneka ragam jenisnya.
Diposting oleh poenya_saiia di 06.39 0 komentar
INFARK MIOKARD
Infark miokard (IM) adalah perkembangan yang cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan yang kritis antara suplai oksigen dan kebutuhan myokardium. Ini biasanya merupakan hasil dari ruptur plak dengan trombus dalam pembuluh darah koroner, mengakibatkan kekurangan suplai darah ke miokardium.Meskipun dengan tanda klinis pada pasien merupakan komponen penting dalam evaluasi secara keseluruhan pada pasien dengan IM, banyak kejadian baik “silent” maupun tidak diketahui secara klinik, membuktikan bahwa, pasien, keluarga, dan tim medis sering tidak mengenal gejala dari IM. Kehadiran “cardiac marker” dalam sirkulasi umumnya mengidentifikasikan nekrosis miokardium dan sangat berguna membantu menegakkan diagnosis.“Cardiac markers” membantu untuk mengklasifikasi IM, yang dipertimbangkan bagian dari acute coronary syndrome yang didalamnya termasuk IM dengan elevasi ST (STEMI), IM tanpa elevasi ST (NSTEMI), dan angina tak stabil. Klasifikasi ini berharga karena pasien dengan ketidaknyamanan iskemik mempunyai/tidak mempunya elevasi segmen ST pada elektrokardiogram. Yang tidak mempunyai elevasi ST dapat didiagnosis dengan NSTEMI atau dengan angina tidak stabil berdasarkan ada tidaknya ezim jantung. Sebagai tambahan, pilihan terapeutic, seperti trombolisis intravena atau percutaneus coronary intervention, sering menjadi dasar klasifikasi ini.
Troponin --> ada
Creatine kinase-MB --> meningkat
Myglobin --> meningkat
Hitung darah lengkap --> ditemukan leukocytosis
C-reaktif protein (CRP) --> meningkat
Erythrocyte sedimentation rate (ESR) --> meningkat
Serum laktat dehidrogenase (LDH) --> meningkat
X- ray dada
Ekokardiografi
Technetium-99m sestamibi scan
Thallium scanning
ElektrokardiografiPenatalaksanaanJika terjadi nyeri dada:
Suplai oksigen dengan tabung oksigen
Aspirin
Nitroglicerin untuk nyeri dada yang aktif melalui sublingua atau dengan sprayMedikasi
Aspirin
Beta-blocker
Morphine sulphate --> untuk nyeri dan anxietas
Nitrates
Trombolisis
ACE Inhibitor
Angiotensin receptor blocker
Calcium chanel blocker
Diposting oleh poenya_saiia di 05.51 0 komentar
Label: Kesehatan